Program pengiriman siswa bermasalah ke barak militer yang digagas oleh Gubernur Jawa Barat menuai perhatian publik, termasuk dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, menyampaikan desakan agar program ini dihentikan sementara hingga dievaluasi lebih lanjut, terutama terkait regulasi dan potensi pelanggaran terhadap hak anak.
Polemik ini membuka ruang refleksi yang penting terkait apakah pendekatan pendidikan karakter melalui pelatihan ala militer merupakan pilihan terbaik dalam membina siswa yang dianggap bermasalah?
Baca juga: Benarkah Kegagalan Karena Anak Malas? Atau Justru Potensi Sebenarnya Terabaikan
Di sinilah pendekatan alternatif berbasis kekuatan layak dipertimbangkan melalui Talents Mapping.
Talents Mapping adalah metode pemetaan bakat yang melihat siswa sebagai individu yang unik dengan kombinasi kekuatan (bakat) yang berbeda.
Setiap anak memiliki kecenderungan alami, ada yang kuat dalam membangun hubungan, ada yang unggul dalam berpikir strategis, ada pula yang menunjukkan ketekunan tinggi dalam menyelesaikan tugas.
Baca juga: Sekda Jabar Ajak Masyarakat Berinvestasi Miliki Saham Persib
Maka, dalam jangka panjang, pendekatan satu arah dan seragam seperti pelatihan militer justru berisiko mengabaikan potensi sejati yang dimiliki anak.
Daripada fokus pada koreksi perilaku melalui pendekatan keras, Talents Mapping menawarkan pendekatan edukatif yang memampukan siswa mengenali kekuatan dirinya.
Anak yang terlihat tidak acuh di kelas bisa jadi menyimpan bakat Ideation (penuh ide), atau Input (senang mengumpulkan informasi). Mereka membutuhkan metode belajar yang melibatkan eksplorasi dan kepercayaan, bukan hanya instruksi dan hukuman.
Baca juga: Soal Partisipasi ASN Pemprov Jabar untuk Bonus Persib, Begini Penjelasan Sekda Jabar
Kekhawatiran KPAI terkait kemungkinan pelabelan dan pendekatan yang tidak ramah anak juga selaras dengan prinsip Talents Mapping yang berangkat dari penghargaan terhadap keunikan setiap individu.
Pendidikan karakter yang efektif bukan hanya menanamkan disiplin, tapi juga menyentuh aspek psikologis dan emosional anak.
Pendidikan karakter bukan berarti menyeragamkan cara bertumbuh, tetapi membantu anak berkembang sesuai kekuatannya. Maka, pemerintah daerah, sekolah, dan lembaga pendidikan dapat mulai mempertimbangkan penggunaan asesmen Talents Mapping sebagai strategi pembangunan karakter berbasis kekuatan.
Baca juga: Pesta Tak Ingin Usai, Bandung Membiru Hingga Tengah Malam
Program seperti ini tidak hanya menghormati hak anak, tetapi juga menumbuhkan rasa percaya diri, tanggung jawab, dan orientasi masa depan yang kuat.
Untuk itu, sudah saatnya sekolah-sekolah mulai membuka diri terhadap pendekatan berbasis kekuatan seperti Talents Mapping. Dengan mengenali bakat-bakat siswa sejak dini, sekolah tidak hanya dapat mengurangi kasus kenakalan remaja atau perilaku bermasalah, tetapi juga mampu mengarahkan potensi anak didik ke jalur pengembangan yang tepat.
Setiap anak berhak menemukan medan juangnya sendiri, dan tugas pendidikan adalah memfasilitasi proses penemuan itu. Pendekatan ini bukan hanya membangun kedisiplinan, tetapi juga menumbuhkan motivasi intrinsik, rasa percaya diri, dan orientasi masa depan yang sehat.
Baca juga: Bandung Kota Angklung Festival 2025 Mantapkan Jati diri Kota Kreatif
Sudah saatnya kita bergeser dari pendekatan korektif ke pendekatan apresiatif. Dengan begitu, pendidikan karakter akan benar-benar menjadi proses pemanusiaan manusia.
Penulis: Bambang Purnama, S.Pd., CHA
(Praktisi Talents Mapping Profesional – Certified Handwriting Analyst)