Menteri Nusron Wahid Segera Tindak Tegas Ratusan Perusahaan Pengemplang Izin Perkebunan Sawit

Nasional464 Dilihat

Jakarta – Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (Menteri ATR/BPN) Nusron Wahid menyatakan akan melakukan tindakan tegas terhadap 194 perusahaan yang tidak mendatarkan Hak Atas Tanah (HAT).

Seluruh perusahaan tersebut merupakan pemilik izin Usaha Perkebunan (IUP) kelapa sawit, dengan total luas lahan 1.081.022 hektar yang belum diajukan HAT-nya.

Untuk itu, dalam Rapat Kerja bersama Komisi II DPR, Menteri Nusron Wahid menegaskan, pihaknya yang tergabung sebagai anggota Satgas Kelapa Sawit akan menindak 194 perusahaan tersebut.

Baca juga: Perjalanan Dinas dan Kegiatan Seremonial Jadi Sasaran Efisiensi APBD 2025 Kota Bandung

“Bapak Presiden sudah membentuk Satgas Kelapa Sawit yang dipimpin oleh Pak Menteri Pertahanan dengan Wakilnya Pak Jaksa Agung. Yang 194 ini akan kami serahkan kepada Satgas Kelapa Sawit,” ungkap Nusron, Kamis (30/1/2025).

Selain tak ada niat baik mengurus hak tanah, Politisi Partai Golkar itu menduga ratusan perusahaan tersebut juga merambah hutan hak adat.

Kendati demikian, pihaknya berjanji akan menindak tegas ratusan perusahaan yang dimaksud, termasuk mempertanyakan kewajiban pajak berikut dendanya dan status tanahnya.

Baca juga: Dua Menteri Mulai Bahas Penyelenggaraan Angkutan Lebaran 2025

“Ini kita tindak apakah ini diambil alih negara, apakah mereka cukup didenda, kemudian dia dikasih hak untuk mengajukan HGU baru atau seperti apa,” jelasnya.

Namun Nusron juga menegaskan, bagi perusahaan yang menyelesaikan pembayaran denda belum tentu secara otomatis mendapatkan HGU (Hak Guna Usaha). Pasalnya, lanjut Nusron, keputusan mendapat HGU tergantung sikap dari pemerintah.

Dalam RDP tersebut Menteri Nusron juga membeberkan data yang dimiliki kementeriannya, dimana saat ini terdapat 537 perusahaan yang sudah mengantongi IUP Kelapa Sawit.

Baca juga: Sempat Bersitegang dengan Pengusaha Wisata, Bupati Bandung Ancam Tutup Destinasi Tanpa Izin

Dari jumlah tersebut, 193 perusahan disebut telah menerbitkan HAT dengan luas total 283.280,58 hektar. Sedangkan 150 perusahaan saat ini dalam proses identifikasi, luasnya mencapai 1.144.427 hektar.

Namun ia mengatakan, luas lahan dari 150 perusahaan tersebut masih pihaknya lakukan pencocokan guna memastikan posisi lahannya tidak menabrak hutan.

“Yang sudah proses pengajuan izin kepada kami, kami batasi sampai tanggal 3 Desember,” imbuhnya.

Baca juga: Hampir Dua Juta Butir Obat Keras Disita Polresta Bandung Dalam Dua Pekan Terakhir

Jika pernyataan Direktur Eksekutif Sawit Watch Indah Fatinaware dari perpustakaan Kmenterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), bahwa persoalan kelapa sawit harus ditinjau secara komprehensif.

Indah mengatakan, laporan Badan Konservasi Dunia (International Union for Conservation of Nature) terkait studi kelapa sawit dan keanekaragaman hayati seharusnya bisa dibaca secara utuh oleh pemerintah.

Dalam laporan itu disebutkan jika sawit sebenarnya merupakan tanaman penghasil minyak yang hemat lahan, dibanding lahan untuk minyak nabati jenis lainnya.

Baca juga: Diduga Korban Pencurian, Seorang Lansia Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Rumah

Sayangnya perluasan perkebunan sawit melalui tindakan deforestasi hutan tropis, membuat 193 spesies masuk ke dalam daftar merah IUCN.

Dampak lainnya dikelompokan ke dalam dampak langsung dan tidak langsung, yaitu dari perkebunan sawit berskala besar terhadap ekologi, ekonomi, sosial budaya, konflik lahan, hingga dampak besar lainnya terhadap lingkungan.

Untuk itu, pemerintah didorong untuk mempertimbangkan saran dan rekomendasi dari IUCN untuk tidak meningkatkan aktivitas deforestasi, termasuk soal kampanye penggunaan bahan bakar nabati yang justru kontra produktif dengan upaya meminmalisasi deforestasi.

Baca juga: Isu Pelestarian Lingkungan Jadi Pesan MTQ Internasional 2025

Sementara itu, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, Muhammad Teguh Surya mengusulkan agar pemerintah memperkuat kebijakan yang dimiliki, yakni berkaitan dengan perbaikan tata kelola hutan.

Kebijakan yang dmaksud Teguh diantaranya pembatasan penerbitan izin, restorasi gambut, dan moratorium sawit.***(BS)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *