Sempat Dijual Sahabat ke Myanmar, Pria Asal Cimahi Kembali dengan Selamat

Bandung Raya559 Dilihat

Kota Cimahi – Tangis haru keluarga Riyan pecah saat pemuda berusia 30 tahun itu tiba di kediamannya setelah tujuh bulan terjebak di Myanmar.

Riyan merupakan salah satu korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dari 10 korban asal Jawa Barat yang berhasil dipulangkan Satgas TPPO.

Dikisahkan pemuda asal Kelurahan Cibabat, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi itu, ia menjadi korban TPPO setelah menerima tawaran bekerja di Thailand yang ditawarkan sahabatnya denga dijanjikan gaji Rp11 juta per bulan.

Baca juga: Siaga 24 Jam, PLN Distribusi Jawa Barat Berhasil Pulihkan Ratusan Gardu Terdampak Bencana

“Awalnya saya ditawarin kerja oleh temen dekat malah. Dia menawarkan kerja di Thailand jadi admin Crypto,” ungkap Riyan.

Meski berbekal visa wisata, pada Juni 2024 Riyan akhirnya pergi menuju Negeri Gajah Putih dengan janji sahabatnya akan mengurus semua legalitas Riyan setelah tiba d tujuan.

Setelah sebelumnya transit di Mae Sot, Thailand, Riyan bersama beberapa WNI lainnya kemudian dijemput oleh pihak yang mengaku dari perusahaan tempatnya bekerja nanti.

Baca juga: Festival Cireundeu Munculkan Ragam Ide Wisata Baru Hingga City Tour

Dalam perjalanannya, ia mesih mengigatnya saat itu bersama rekan sesama pencari kerja menyeberangi sebuah sungai yang belakangan diketahui sebagai perbatasan antara Thailand dan Myanmar.

“Saya belum tahu itu Myanmar. Lalu saya di bawa ke sebuah tempat namanya Myawaddy di Myanmar. Lalu saya masuk company office disitu saya menunggu karena ada yang jemput,” lanjutnya.

Setelah disadari Riyan, rupanya para pekerja migran Indonesia(PMI) saat itu dibawa ke sebuah kawasan yang terdapat banyak perusahaan.

Baca juga: Dengan Segala Keunikannya, Kampung Adat Cireundeu Jadi Destinasi Wisata Unggulan

Pekerjaan yang dijanjikan pun tak pernah ia dapatkan. Ia justru dihadapkan pada pekerjaan menjadi scammer di sebuah perusahaan dengan pengamanan yang ketat.

“Selama 20 hari saya typing test, mencari orang yang mau kerja. Namun saya tidak mencari karena tidak tahu caranya,” kata Riyan.

Berikutnya, Riyan yang merupakan seorang sarjana teknologi informasi itu dipindahkan pada divisi bisnis, bagian yang berbeda dari sebelumnya.

Baca juga: Gercep! PLN Normalkan Ribuan Gardu Listrik Terdampak Cuaca Ekstrem di Jawa Barat

Singkat cerita, Riyan dan kawan-kawannya menjadi korban TPPO untuk dipaksa bekerja menjadi love scammer dengan tujuan mengajak calon korban lainnya untuk mau bergabung setelah dijebak rayuan.

“Awalnya dikasih skrip cara-cara menipu, kesananya saya berperan menjadi perempuan untuk mencari korban yag punya uang,” jelasnya.

Pada prinsipnya, lanjut Riyan, dirinya bersama pekerja lain ditutut untuk bisa mendapatkan uang dari love scam secepat mungkin.

Baca juga: Resmi, Dadang Supriatna-Ali Syakieb Menangi Pilkada 2024 Kabupaten Bandung

Jika hal tersebut gagal dilakukan, tak hanya disekap, siksaan fisik pun dilakukan para pimpinan di perusahaan gelap tersebut.

Yang mengejutkan, diantara para pekerja ilegal asal Indonesia, sebagian justru menjadi mata-mata yang akan melaporkan pekerja lainnya jika dianggap melakukan pelanggaran.

Awal laporan ke pemerintah indonesia, ternyata disana ada mata-mata dan itu dari orang Indonesia juga. Dan mata-mata ini ngasih tahu ke leader,” kata Riyan.

Baca juga: KPU Kabupaten Bandung Umumkan Rekapitulasi Hasil Pilkada 2024

Jebakan kian terasa oleh Riyan bersama 20 rekan asal Indonesia lainnya, Pasalnya, jika pun diperbolehkan pulang, mereka harus membayar Rp55 juta kepada perusahan.

Nilai tersebut terus meningkat selama para korban belum menentukan pilihan apakah melanjutkan bekerja atau pulang ke Tanah air dengan nilai menyentuh Rp150 juta per orang.

Kendati tidak mengetahui jelas cara pemulangan mereka, namun Riyan beserta enam korban asal Sukabumi, dua orang dari Kota Bandung, serta satu orang dari Cimahi akhirnya berhasil diselamatkan.

Baca juga: Khusus Libur Nataru Pemerintah Turunkan Harga Tiket Pesawat

Menurut Ketua Tim Pencegahann dan Penanganan Kasus BP3MI (Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia) Neng Wefi, pemulangan Riyan dan sembilan orang lainnnya terhitung cukup cepat.

“Kepulangan ini termasuk yang cepat, karena di Myanmar sedang konflik. Tapi penyelesaiannya tidak mudah juga, kami terus berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri,” kata Wefi.

Pemulangan korban TPPO atau pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bermasalah kata Wefi, umumnya terkendala informasi data dari korban karena keberangkatanyang dilakukan non prosedural.

Baca juga: BREAKING NEWS! Banjir Bandang Hebat Terjang Kabupaten Sukabumi

“Kronologis tidak lengkap, hanya menyebutkan yang memberangkatkan adalah calo. Kemudian dokumen tidak lengkap, sehingga sangat minim kami menyelesaikannya. Tetapi dengan segala upaya kami tetap menindaklanjuti,” ujarnya.***(Heryana)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *