Kota Cimahi – Wali Kota Cimahi Ngatiyana memastikan siswa kurang mampu yang tidak diterima di sekolah negeri dapat melanjutkan pendidikan di sekolah swasta dengan bantuan pembiayaan dari pemerintah Kota (Pemkot Cimahi).
Bantuan menurut Ngatiyana, diberikan kepada siswa kurang mampu dalam bentuk pembayaran biaya SPP. Sementara biaya lainnya masih diperjuangkan untuk dapat difasilitasi pemerintah.
Ngatiyana berharap, dengan bantuan biaya SPP tersebut dapat menjadi solusi bagi siswa kurang mampu untuk dapat melanjutkan pendidikan di sekolah swasta, jika di sekolah negeri tidak diterima karena berbagai alasan.
Baca juga: Buka Kick Off SPMB 2025, Wali Kota Cimahi Pastikan Transparan Hindari Kerugian Masyarakat
“Untuk siswa dari masyarakat kurang mampu bisa masuk swasta, SPP-nya ditanggung pemerintah. Kalau biaya yang lainnya insyaAllah nanti kita pikirkan,” ucapnya.
Tidak diterimanya siswa di sekolah negeri menurut Ngatiyana bisa dikarenakan terbatasnya kapasitas sekolah negeri yang tidak sebanding dengan jumlah lulusan jenjang sebelumnya.
Ia mencontohkan, Sekolah SMP negeri di Kota Cimahi hanya mampu menampung 4.000 siswa. Sedangkan jumlah lulusan SD mencapai 8.000 siswa. Dengan demikian, setengah dari jumlah lulusan SD dipastikan masuk ke SMP Swasta.
Baca juga: TNI AD Segera Investigasi Tragedi Ledakan Amunisi Kadaluarsa di Cibalong Garut
“Mau negeri ataupun swasta sama saja, yang pentikan anak-anak kita harus sekolah. Biaya SPP-nya bagi yang tidak mampu nanti dibantu,” tandasnya.
Dalam kesempatan itu, Wali Kota juga menjelaskan perbedaan antara SPMB 2025 dengan penerimaan siswa baru pada tahun sebelumnya. Perbedaan paling terlihat dari sistem zonasi yang diubah menjadi domisili.
Lebih lanjut Ngatiyana menjelaskan, pada sistem zonasi, jarak rumah siswa dengan sekolah dihitung bedasarkan rute angkutan umum. Hal tersebut kerap merugikan siswa yang tempat tinggalnya justru sangat dekat dengan sekolah.
Baca juga: Berikut Daftar 13 Korban Tewas dalam Ledakan Amunisi Kadaluarsa di Garut
“Misalnya, waktu masih zonasi itu kadang ada rumah siswa yang hanya terhalang tembok dengan sekolahnya, kemudian tidak diterima karena dihitung jarak angkot yang muter sampai satu kilometer,” ujarnya.
Dengan sistem domisili hal tersebut, lanjutnya, tak akan lagi merugikan siswa. Karena penghitungan jarak rumah siswa dan sekolah dilakukan dengan menarik garis lurus.
Sistem domisili menurut pensiunan prajurit TNI itu, diyakini menjadi solusi dari carut marutnya sistem zonasi pada PPDB sebelumnya. Ia mengaku yakin dengan SPMB 2025 akan terpenuhi rasa keadilan.
Baca juga: Wayan Koster Tolak Kehadiran Ormas Pembuat Onar: Kadang Merusak Citra Bali
“Saya tekankan tadi, jika zonasi dihitung jarak dari rumah ke sekolah dengan jalur angkutan umum, dengan domisili dihitung garis lurus jarak dari rumah kesekolah. Jadi, masyarakat tidak dirugikan sesuai,” pungkasnya.***(Heryana)