Bandung Alami Penurunan Muka Air Tanah, DPRD Ingatkan Pentingnya RTH

Bandung Raya588 Dilihat

Kota Bandung – Isu penurunan muka air tanah di Kota Bandung kembali mengemuka. Salah satu penyebab hal itu terjadi menurut Yudi Cahyadi, adalah karena penggunaan air tanah yang berlebihan.

Dalam sebuah talkshow di Radio PRFM Bandung, Kamis (9/2/2023), Ketua Komisi C DPRD Kota Bandung tersebut mengatakan, kebutuhan air bersih Kota Bandung dengan jumlah penduduk 2,5 juta orang adalah 375 juta liter setiap harinya.

“Karena memang eksploitasi air tanah kita sangat besar. Apalagi keperluan air bersih itu 150 liter per jiwa. Jadi, kalau dengan jumlah penduduk 2,5 juta jiwa, maka ada 375 juta liter per hari air bersih yang digunakan. Ini tantangan kita, terlebih hal ini menyebabkan degradasi lingkungan. Salah satu indikatornya yaitu penurunan muka air tanah di kota Bandung. Ini berakibat pada tidak seimbangnya antara daya dukung lingkungan dengan kapasitas lingkungan di Kota Bandung,” kata Yudi.

Selanjutnya ia berharap tidak ada lagi penambahan tutupan lahan di Kota Bandung. Pasalnya, tutupan lahan akan membuat kondisi air tanah di Kota Bandung semakin kritis.

“Sebetulnya kita bicara keberadaan air tanah ini kan bicara tata ruang. Dengan kondisi tata ruang kota Bandung yang tutupan lahannya saat ini sudah di atas 80-90 persen, jadinya berebut antara pembangunan dan ruang terbuka hijau (RTH),” terangnya.

Yudi mengasumsikan, RTH dapat dikonservasi dan dilindungi, sehingga dapat menjadi sumber air bersih untuk jangka pendek. Hal itu menurutnya, sesuai dengan peraturan daerah (Perda) nomor 5 tahun 2022.

“Kita akan terus bekerjasama dengan Pemkot Bandung memastikan agar tutupan lahan di Kota Bandung tidak bertambah lagi,” kata Yudi.

Selain melakukan konservasi dan melindungi RTH yang sudah ada, Yudi menilai perlu adanya penambahan jumlah RTH di kota Bandung, khususnya di kawasan Bandung Utara (KBU).

“Peningkatan RTH di KBU dan kawasan budidaya yang memiliki fungsi ekologis dan hidrologis, pembuatan sumur resapan di setiap rumah di KBU) sebagai reservoir air, dan pembuatan kolam retensi,” saran Yudi.

Dikatakan Yudi, DPRD Kota Bandung mengapresiasi Pemkot Bandung yang telah membangun kolam retensi. Dengan jumlah kolam yang masih sedikit, ia pahami jika efektivitas dari kolam retensi belum sepenuhnya terasa.

“Tentunya kami sangat mengapresiasi keberadaan kolam retensi sebagai parkir air. Sehingga ketika hujan turun dengan debit tinggi di kota Bandung tidak sampai terjjadi.luapan air. Ke. Badan jalan. Kolam retensi ini masih sangat sedikit karena kita memiliki kendala yaitu keterbatasan lahannya,” tuturnya.

Dalam talkshow tersebut, Yudi juga memberikan respon terhadap laporan masyarakat  yang kesulitan mendapatkan air bersih. Menurutnya, hal itu disebabkan masih terbatasnya sambungan air dari Perumda Tirtawening di kawasan padat penduduk.

Terkait adanya laporan dari masyarakat yang kesulitan untuk mendapatkan air bersih, Yudi menerangkan ada beberapa hal yang menjadi penyebab. Salah satunya masih terbatasnya sambungan air dari Perumda Tirtawening di kawasan pada penduduk.

“Ini jadi dilematis, kita punya kendala keterbatasan sambungan air bersih dari PDAM, kemudian DPKP sarana air bersih bentuknya sumur harus digali.  Sehingga ke depan harus ada program memperbanyak penyediaan RTH dan kolam retensi sebagai penampung air,” ujar Yudi.

Yudi juga menyampaikan komitmennya untuk mengawasi dan mengingatkan semua pihak agar taat terhadap aturan yang berlaku, tentang pendirian bangunan baru yang berkaitan dengan RTH dan lahan resapan air.

“Kalau berbicara regulasi, sebenarnya ada beberapa Perda yang bisa menjadi kerangka dari setiap pembangunan di Kota Bandung. Di antaranya Perda Penyelenggaraan Perizinan, Perda Bangunan Gedung, termasuk Tata Ruang.

Dalam Perda tersebut kata Yudi, diatur koefisien dasar bangunan hingga luas resapan. Ia mengaku sempat melakukan peninjauan ke lapangan. Ia menegur pemilik bangunan dengan menyampaikan bahwa pengerasan itu melanggar peraturan. Alhasil, bangunan pun dibongkar dan sang pemilik menggantinya dengan  masang paving block.

“Pengawasan selalu kami lakukan meski tidak langsung mendatangi tiap pemilik bangunan, tapi di beberapa kesempatan kami undang mereka untuk mengingatkan terkait luasan RTH sampai kemudian sebuah bangunan mendapatkan SLF (Sertifikat Laik Fungsi),” ucapnya.

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *