Kota Bandung – Ingin coba pengalaman baru bersama keluarga bersama wisata tradisional? Yuk ke sentra keramik Kiaracondong. Terletak di Jalan Stasiun Kiaracondong Lama, sentra keramik ini sudah berdiri sejak 1991.
Sampai saat ini sudah generasi ketiga yang mengelola kerajinan khas dari tanah liat ini. Dikdik, nama pemilik sentra keramik Kiaracondong menceritakan perjalanan jatuh bangunnya situasi usahanya.
“Dulu, di sini ada 30 pengrajin. Tapi saat ini sisa satu, saya saja. Mungkin dikarenakan lemah dalam persaingan atau tidak mengerti produksinya,” ujar Dikdik.
Dalam sebulan, ia dapat menghasilkan 15 kubik product keramik. Mulai dari guci besar hingga suvenir kecil.
“Ukuran besar per harinya itu kurang lebih 8 buah. Sementara yang diameter kecilnya itu 4 buah. Tapi banyak ulang apa ada ruangan yang kecil-kecilnya diisi mirip yang kecil lagi,” ucapnya.
Hal menarik selama perjalannya di dunia tembikar adalah kala era pandemi. Di kala sebagian besar usaha merumahkan pekerjanya, bahkan hingga gulung tikar, usaha keramik Dikdik melesat pesat.
Permintaan keramik pun membludak. Sampai tak ada stok barang di tempat tinggal produksinya. Bahkan, keramik yang agak cacat pun selamanya laku terjual.
“Mungkin dikarenakan kala pandemi itu orang-orang mencari aktivitas lain. Salah satunya jadi banyak yang hobi menanam. Makanya penjualan pot itu makin banyak. Ini seumur-umur saya usaha keramik, baru pernah seperti itu kondisinya,” ungkapnya.
Ia mengungkapkan, pernah permintaan yang paling banyak itu pemesanan guci dan cendera mata. Namun, saat ini banyak permintaan pot bunga bersama motif yang sedang tren berbentuk bunga.
“Ada yang pesan dari Brazil. Mereka beli langsung ke sini. Lalu barangnya kita kirim bersama peti kemas,” katanya.
Untuk penjualannya tetap dilakukan secara offline atau di etalase toko.
“Kita tetap offline. Kalau online itu dibantu mirip saudara,” jelasnya.
Selain itu, perihal unik dari sentra keramik ini yaitu tungku oven yang ia buat sendiri. Tak banyak orang yang dapat produksi tungku oven.
“Saya buat tungku sendiri itu bisa. Butuh Rp200 juta untuk memicu tungku,” akunya.
Menurutnya, tak ada sistem yang susah dalam memicu tembikar. Namun, kendala terbesar ada pada cuaca dan bahan baku.
“Kalau cuaca cerah itu dapat kita keringkan seminggu. Kalau tidak, dapat 2-3 minggu. Bahan baku termasuk kalau buruk dapat berdampak pada hasilnya,” tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris Camat Kiaracondong, Amin Jarkasih menyatakan, pihaknya dapat tetap menolong para pengrajin keramik di Kiaracondong.
“Pemerintah kecamatan dapat tetap mendorong dalam melestarikan budaya ini. Hanya tersisa satu yang bertahan untuk tetap melanjutkan seni keramik,” kata Amin.
Bahkan, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil pun meminta agar Dikdik selamanya berproduksi di Kiaracondong. Untuk jadi ciri khas dan dapat dijadikan sebagai lokasi wisata seni.
“Meskipun sudah lama, tapi dapat kita hidupkan kembali. Mahasiswa dari ITB termasuk kerap ke sini. Mereka belajar langsung seni rupa keramik di sentra kami,” imbuhnya.***(amd).