Audiensi Bersama DPRD Jabar, FKSS Sampaikan Kekecewaan Atas Kebijakan Pemprov Soal BPMU

Bandung Raya625 Dilihat

Kota Bandung – Sekolah swasta di Jawa Barat mengeluhkan adanya pengurangan dana Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) untuk tahun 2023. Sebelumnya BPMU diberikan oleh pemerintah provinsi (Pemprov) kepada sekolah swasta sebesar Rp 700 ribu per siswa per tahun, dikurangi menjadi Rp 600 ribu per siswa per tahun.

Perubahan kebijakan tersebut membuat Ketua Umum Forum Komunikasi SMA Swasta (FKSS) Jawa Barat, Ade D Hendriana mendatangi kantor DPRD Jabar. Ia mempertanyakan langsung perihal pengurangan dana BPUM yang dinilainya tidak sesuai dengan tujuan pemenuhan pendidikan sebagai hak dasar masyarakat.

Untuk memperoleh tanggapan dan jawaban yang lebih komprehensif, akhirnya Forum Kepala Sekolah Swasta se-Jawa Barat mengadu ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jabar, Jumat (28/10/2022). Kehadiran FKSS Jawa Barat, FKKSMKS Jawa Barat, dan FOSIKMAS Jabar diterima oleh Ketua Komisi V, Abdul Hadi Wijaya dan anggotanya, Johan J Anwari.

Dalam pertemuan tersebut juga tampak hadir mewakili Pemprov Jabar, TAPD Jabar dan Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat.

Ketua Umum FKSS Jawa Barat, Ade D Hendriana mengaku kaget dan heran dengan keputusan yang diambil Pemprov. Ia mengatakan, tidak ada alasan BPMU diturunkan nilainya jika mengacu pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jabar yang justru dinaikan hingga 7,86 persen.

“Kita ingin BPMU tetap minimal Rp 700 ribu, bagaimanapun caranya, menjelang pleno ataupun nanti bisa ditambahkan dalam APBD perubahan sisanya berapa,” ujar Ade.

Selain soal BPMU, ade juga mengungkapkan adanya perubahan pada program Keluarga Ekonomi Tidak Mampu (KETM). Menurutya, implementasi program tersebut tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya. Dikatakan Ade, jika tahun lalu puluhan siswa tidak mampu dapat masuk ke sekolah swasta dan dibiayai oleh pemprov melalui program KETM, tahun ini pemprov justru membatasi jumlah siswa melalui program tersebut.

“Terkait program KETM, Pemprov Jabar selalu membesar-besarkan, menggembor-gemborkan program bagi keluarga tidak mampu. Bahkan peserta didik yang tidak diterima di negeri, daftar ke sekolah swasta melalui jalur KETM itu akan dibiayai. Kalau tahun lalu masih normal, ada 30 sampai 40 siswa yang masuk sekolah dengan jalur KETM, tapi tahun ini hanya dibatasi tujuh anak per sekolah,” ungkapnya.

Ade mengatakan pembatasan jumlah siswa jalur KETM yang hanya tujuh orang tersebut anggarannya mencapai tujuh miliar. Dengan demikian, Ade memandang program tersebut sudah tidak merata. Ia pun mengusulkan agar program KETM dihapus, dan angarannya ditambahkan ke BPMU.

Sementara itu anggota komisi V DPRD Jawa Barat, Johan J Anwari mengaku pada posisi yang sama dengan para pengelola sekolah menengah swasta yang ia terima dalam audiensi bersama dewan. Bahkan lebih tegas ia katakan, pengurangan dana BPMU diluar akal sehat.

Anggota DPRD dari Fraksi PKB itu juga menyoroti program pemprov lainnya, yaitu Bantuan Operasional Peserta Didik (BOPD). Senasib dengan BPMU, menurut Johan, program BOPD pun mengalami pengurangan besarannya.

“Pengurangan BOPD ini juga saya yakin akan menyulitkan pihak penyelenggara sekolah negeri,” ujarnya.

Johan mengatakan, seharusnya pemprov menempatkan sektor pendidikan menengah pada skala prioritas, hal tersebut kata Johan karena pendidikan menengah merupakan tanggungjawab Pemprov.

“Karena seyogyanya urusan pendidikan menengah menjadi tanggungjawab langsung pemerintah provinsi, maka menjadi hal yang wajib ‘ain dan prioritas. Tentunya ini untuk meningkatkan kualitas serta dukungan terhadap pelaksanaan pendidikan Jabar Juara,” tegas Johan.

Seperti yang dikatakan ketua Umum FKSS sebelumnya, Johan juga heran dengan anggaran mengalami kenaikan, namun anggaran pendidikan malah diturunkan.

“Alhamdulillah tahun anggaran 2022 mengalami kenaikan. Tapi, kok anggaran pendidikan tahun 2023 malah diturunkan? Jadi, hemat saya ini tidak enak dipandang. Lalu, untuk urusan wajib dan prioritas mana anggaran itu ditempelkan?,” tanya Johan.

Di akhir pernyataannya, Johan meminta agar gubernur Jabar melakukan memperhatikan aspirasi yag disampaikan para penyelenggara sekolah swasta yang datang ke kantornya saat itu.

“Saya meminta kepada Pak Gubernur Jabar untuk mengkaji ulang, kiranya mendengar jeritan para guru dan siswa, serta para pejuang pendidikan di sekolah Jawa Barat. Kalau temen-teman merasa tidak puas, saya pun merasakan hal yang sama, tidak puas dan mengecewakan” pungkasya.***(hry).

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *