Zakat fitrah adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang hidup di penghujung bulan Ramadhan. Zakat ini bukan sekadar bentuk kepedulian sosial, tetapi juga memiliki dimensi spiritual yang sangat dalam, yaitu sebagai penyempurna ibadah puasa dan pembersih jiwa dari kesalahan selama Ramadhan.
Dengan menunaikan zakat fitrah, seorang Muslim tidak hanya membantu sesama, tetapi juga memperkuat hubungan dengan Allah.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah SAW bersabda:
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ
“Rasulullah mewajibkan zakat fitrah sebagai penyucian bagi orang yang berpuasa dari perkataan yang sia-sia dan kotor, serta sebagai makanan bagi orang miskin.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Dalam kesempatan ini, kita akan membahas berbagai aspek zakat fitrah, termasuk dalil dan ketentuannya, perbedaan pendapat mengenai bentuk zakat fitrah, serta tujuan utamanya dalam membersihkan jiwa dan membantu kaum dhuafa.
Dalil dan Ketentuan Zakat Fitrah
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
قَدْ أَفْلَحَ مَن تَزَكَّىٰ وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّىٰ”
Sungguh beruntung orang yang membersihkan diri (dengan zakat) dan mengingat nama Tuhannya, lalu ia shalat.” (QS. Al-A’la: 14-15)
Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِّنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِّنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ
“Rasulullah mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha’ dari kurma atau satu sha’ dari gandum kepada setiap Muslim, baik hamba sahaya maupun orang merdeka, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Beliau juga memerintahkan agar zakat ini dibayarkan sebelum orang-orang keluar untuk shalat (Idul Fitri).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketentuan Zakat Fitrah
1. Wajib bagi setiap Muslim yang memiliki kelebihan makanan di malam dan hari raya Idul Fitri.
2. Dibayarkan sebelum shalat Idul Fitri, agar fungsinya sebagai penyucian diri dan bantuan bagi fakir miskin dapat terpenuhi.
3. Besarnya satu sha’ (sekitar 2,5 – 3 kg) makanan pokok seperti beras, gandum, kurma, atau bahan makanan lain yang lazim dikonsumsi di daerah tersebut.
Sementara terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai apakah zakat fitrah harus dalam bentuk makanan pokok atau boleh digantikan dengan uang.
Mayoritas ulama dari mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali berpendapat bahwa zakat fitrah harus dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma.
Mereka berpendapat bahwa karena Rasulullah dan para sahabat hanya memberikan zakat fitrah dalam bentuk makanan, maka bentuk ini yang harus diikuti.
Sedangkan beberapa ulama dari Mazhab Hanafi, sebagian ulama Maliki, dan sebagian ulama kontemporer membolehkan zakat fitrah dengan uang berdasarkan prinsip kemaslahatan penerima zakat (mustahik), dengan yang digunakan:
a. Kaidah Fikih, Mengutamakan Kemanfaatan
Para ulama yang membolehkan zakat fitrah dengan uang berpegang pada kaidah:
تَصَرُّفُ الْإِمَامِ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَنُوطٌ بِالْمَصْلَحَةِ
“Kebijakan seorang pemimpin terhadap rakyatnya harus didasarkan pada kemaslahatan.”
Mereka berpendapat bahwa dalam beberapa kondisi, uang lebih bermanfaat bagi fakir miskin dibandingkan makanan pokok. Dengan uang, mereka bisa membeli kebutuhan mendesak seperti pakaian, obat-obatan, atau kebutuhan lain yang lebih mereka perlukan.
b. Hadits Mu‘adz bin Jabal tentang Zakat Harta
Ketika Nabi mengutus Mu‘adz bin Jabal ke Yaman, beliau bersabda:
فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدِ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
“Beritahukan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan zakat kepada mereka, yang diambil dari orang kaya di antara mereka dan diberikan kepada orang fakir di antara mereka.” (HR. Bukhari No. 1395, Muslim No. 19).
Hadits ini menunjukkan bahwa tujuan utama zakat adalah membantu fakir miskin. Jika uang lebih bermanfaat bagi mereka dibandingkan makanan, maka pemberian dalam bentuk uang dapat dianggap sesuai dengan tujuan zakat.
c. Ijma’ Sahabat (Konsensus Para Sahabat)
Beberapa sahabat seperti Umar bin Khattab, Ibnu Abbas, dan Mu‘awiyah diketahui pernah membolehkan zakat fitrah dalam bentuk uang di masa mereka jika memang lebih bermanfaat.
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Zakat fitrah diberikan satu sha’ makanan atau nilainya sebesar setengah dirham.” (Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf No. 5769).
Mu‘awiyah radhiyallahu ‘anhu di masa pemerintahannya menetapkan zakat fitrah sebanyak setengah dirham bagi yang ingin membayarnya dengan uang. (HR. Abu Ubaid dalam Al-Amwal No. 1587)
d. Pendapat Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah membolehkan zakat fitrah dalam bentuk uang dengan alasan kemudahan bagi pemberi zakat dan manfaat yang lebih luas bagi penerima zakat.
Beliau berkata: “Memberikan zakat fitrah dengan nilai (uang) lebih aku sukai jika itu lebih bermanfaat bagi fakir miskin.” (Al-Mabsuth, 3/89)
Dalam Islam, ada prinsip kemudahan dan fleksibilitas dalam ibadah, selama tujuan utamanya tetap tercapai.
Pendapat ini juga didukung oleh Umar bin Abdul Aziz dan beberapa ulama tabi’in.
Kesimpulan pendapat tentang bentuk zakat fitrah antara apakah dengan makaan atau dengan uang. Dalam konteks saat ini, jika ada kondisi di mana uang lebih dibutuhkan dibandingkan makanan pokok, maka mengikuti pendapat yang membolehkan pembayaran zakat fitrah dengan uang bisa menjadi solusi untuk kemaslahatan umat.
Tujuan Utama Zakat Fitrah
a. Membersihkan Jiwa dan Menyempurnakan Puasa
Salah satu hikmah utama zakat fitrah adalah sebagai penyucian bagi orang yang berpuasa dari kesalahan dan kekurangan yang terjadi selama Ramadhan.
Manusia tidak luput dari kesalahan, baik disengaja maupun tidak, sehingga zakat fitrah menjadi sarana untuk menghapus dosa-dosa kecil yang dilakukan selama berpuasa.
b. Membantu Fakir Miskin Agar Ikut Bergembira di Hari Raya
Islam sangat memperhatikan kesejahteraan sosial. Dengan adanya zakat fitrah, kaum fakir miskin tidak merasa terpinggirkan pada hari raya. Mereka dapat merasakan kebahagiaan dan kebutuhan mereka di hari yang mulia tersebut dapat terpenuhi.
c. Menanamkan Rasa Kepedulian dan Persaudaraan dalam Islam
Zakat fitrah juga mengajarkan nilai kepedulian sosial dan empati terhadap sesama. Dengan menunaikan zakat fitrah, seorang Muslim ikut merasakan kondisi saudaranya yang membutuhkan dan membangun hubungan yang lebih kuat dalam ukhuwah Islamiyah.
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan jika zakat fitrah merupakan ibadah yang memiliki hikmah besar dalam kehidupan seorang Muslim. Selain sebagai penyempurna puasa, zakat fitrah juga menjadi sarana membersihkan jiwa dan berbagi kebahagiaan dengan sesama.
Perbedaan pendapat dalam bentuk zakat fitrah antara makanan pokok dan uang menunjukkan fleksibilitas dalam penerapannya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.
Semoga dengan memahami hakikat zakat fitrah, kita dapat menunaikannya dengan penuh keikhlasan dan mendapatkan keberkahan dari Allah.***(Ustadz Abu Zaki)
materi ini dipersembahkan oleh: