Ini Yang Akan Terjadi Jika Kemendagri Ijinkan Kepala Daerah Terpilih Lakukan Rotasi Dini

Bandung Raya661 Dilihat

Bandung Barat – Ada hal menaarik perhatian publik dari rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II DPR RI bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/1/2025).

Dalam RDP tersebut, Mendagri Tito Karnavian membeberkan tentang potensi kepala daerah yang baru dilantik untuk dapat melakukan rotasi dan mutasi di lingkungan pemerintah daerahnya masing-masing.

Menurut Pemerhati Pemerintahan Daerah Djamu Kertabudi, diijinkannya kepala daerah hasil Pilkada 2024 melakukan rotasi dan mutasi pejabat daerah seolah dikarenakan kepala daerah sebelumnya melakukan hal yang sama.

Baca juga: Misteri Pelaku Pembunuhan Sadis Wanita di Margahayu Berhasil Diungkap Polresta Bandung

“Maka dari itu, guna membangun chemistry sebagai salah satu aspek pendorong peningkatan kinerja pemerintahan, sepatutnya Kepala Daerah baru diberi kesempatan berdasarkan selera dan penilaian lainnya guna membangun sinergitas dan iklim kerja yang kondusif dengan para pembantu utamanya,” kata Djamu.

Ia melanjutkan, kebijakan Mendagri memperbolehkan kepala daerah yang baru dilantik melakukan rotasi dan mutasi (romut) pejabat daerah dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda.

Jika romut yang dilakukan tersebut karena faktor subjektivitas seorang kepala daerah sebagai Pejabat Pembina kepegawaian, maka kata Djamu, hal tersebut dapat dimaklumi.

Baca juga: Pekerja Migran Indonesia Tewas Ditembak Patroli Maritim Malaysia, Begini Sikap Kementerian P2MI

Namun jika dipandang lebih luas dari itu, terutama dari sisi merit system, maka kebijakan tersebut akan berdampak pada pengembangan karir ASN berlandaskan kompetensi, profesionalisme, integritas, dan pengalaman.

“Akhirnya norma dasar yang menjadi acuan dalam pembinaan kepegawaian, yaitu aspek netralitas agar ASN tidak diskriminatif memberikan pelayanan dan bebas dari intervensi politik, terutama terhadap kemungkinan tindakan komersialisasi jabatan, menjadi potensi yang sulit dihindari,” sambungnya.

Djamu juga mengingatkan semua pihak akan Undang-Undang nomot 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada, bahwa terdapat larangan seorang kepala daerah melakukan romut sejak enam bulan menjelang akhir masa jabatannya.

Baca juga: 2.500 Rumah Terdampak Banjir Dayeuhkolot, Bey Machmudin: Tahun Ini Normalisasi Sungai Citarik

“Meskipun ada tambahan “kecuali mendapat persetujuan Mendagri”, istilah terakhir ini sebagai bentuk pengendalian pemerintah pusat terhadap rencana kebijakan Kepala Daerah di bidang pembinaan kepegawaian,” jelasnya.

Hal tersbut juga kata Djamu, bertujuan menghindari potensi pelanggaran ASN terhadap aspek netralitas yang dimaksud sebelumnya.

Di satu sisi, Ia memandang implementasi proses persetujuan Mendagri selama ini terkesan longgar, hanya lebih mempertimbangkan aspek teknis administratif semata.

Baca juga: Polsek Soreang Gagalkan Distribusi Ribuan Liter Tuak Saat Razia

Aturan lainnya juga dibeberkan Djamu Kertabudi, yakni terkait larangan seorang kepala daerah melakukan romut sebelum dua tahun menjabat, kecuali terdapat suatu permasalahan.

“Maka dari itu, bagi Pejabat Pembina Kepegawaian diberikan waktu selama 6 (enam) bulan untuk melakukan evaluasi kinerja terhadap pejabat bawahannya. Sehingga perlindungan terhadap pengembangan karir pejabat yang dilandasi merit system dan rasa keadilan dapat terwujud,” ujarnya.

Jika Mendagri mengijinkan kepala daerah yang baru dilantik nanti melakukan romut, maka Djamu memprediksi pejabat yang telah diromut sebelumnya akan dipindahkan kembali, meski baru bekerja dalam hitungan hari atau bulan dengan jabatan barunya tersebut.

Baca juga: Luapan Air Sungai Tuntang Paksa PT KAI Tutup Kembali Jalur Perjalanan KA

“Yang lebih mendasar, bisa terjadi pemindahan pejabat ini lebih bernuansa politis, atas dasar “balas budi atau balas dendam” terkait keterlibatan terselubung ASN dalam praktik pilkada 2024 ini,” ujarnya.

Djamu mengatakan, satu-satunya cara yang bisa dilakukan agar tercipta norma dari ASN, pemerintah pusat harus menerapkan pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintah daerah lebih efektif sesuau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu, perlu adanya komitmen dari kepela daerah yang dilantik nanti agar mampu menjaga sinergitas penyelenggaraan pemerintahan Daerah.***(Ajhe/Kontributor)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *