Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menghapuskan ambang batas minimal prosentase Calon presiden dan wakil (presidential threshold) melalui sidang putusan ang digelar pada Kamis (2/1/2025).
Sejumlah alasan menjadi pertimbangan MK dalam memutuskan untuk menghapus presidential threshold yang selama ini diberlakukan dalam pemilihan presiden (pilpres).
Pemberlakuan presidential threshold dianggap MK bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, moralitas, dan rasionalitas.
Baca juga: Hadiri Hari Amal Bhakti Kemenag, Ketua DPRD: Semoga Mampu Menebar Kebaikan Bagi Umat
Lebih dari itu, dalam pembacaan putusan, Wakil Ketua MK Saldi Isra menyebut syarat ambang batas capres dan cawapres bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
“Tidak hanya menyangkut besaran atau angka persentase ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah berapapun besaran atau angka persentasenya bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945,” ujarnya.
Keputusan menghapuskan syarat ambang batas tersebut merupakan respon MKyang mengabukan perohmonan seluruhnya dar uji materi yang disampaikan sejumlah pemohon.
Baca juga: Polresta Bandung Tangkap Wanita Penjual Tuak di Rancaekek Bandung
Lebih lanjut MK memandang, selama ini pilpres hanya didominasi beberapa partai politik tertentu yang berdampak pada terbatasnya pilihan masyarakat akan calon alteratif.
Syarat ambang batas minimal yang datur dalam Pasal 222 Undang-Undang Pemilu, juga dicermati MK membawa suasana pilpres dalam dua kandidat pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Dampaknya lagi, dua kandidat sangat berpotensi pada terbelahnya rakyat (polarisasi) yang dikhawatirkan akan mengancam kebhinekaan.
Baca juga: Penjabat Wali Kota Cimahi Pimpin Upacara Peringatan Hari Amal Bakti ke-79 Kemenag
“Jika hal itu terjadi, makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 akan hilang,” kata Saldi.***(Heryana)