Kota Bandung – Sekitar 200 guru di lingkungan sekolah Santo Aloysius Bandung mengikuti kegiatan yang diselengarakan Yayasan Mardiwijana Bandung – Satya Winaya, Kamis (4/1/2024).
Ketua Yayasan Mardiwijana Bandung yang menaungi sekolah tersebut Dr. Ir. Sherly Iliana, MM. menjelaskan, kegiatan tersebut merupakan landasan transformasi meningkatkan kualitas pembelajaran.
“Tujuan lainnya mengajak para guru semakin menyadari peran mereka sebagai agen perubahan yang berkomitmen dalam mendidik generasi muda menjadi pelindung dan pengelola bumi dengan tanggung jawab moral yang tinggi” paparnya.
Sherly menginginkan agar dampak lingkungan yang dimaksud dapat meluas hingga ke seluruh masyarakat, bahkan secara global.
Baca juga: Ngebut! KPU Kabupaten Bandung Kerahkan 1.249 Warga Lakukan Sortir dan Lipat Surat Suara
Para peserta dalam kegiatan bertajuk “A New Beginning of Sustainable Future” tersebut diajak turut ambil bagian dalam upaya pelestarian lingkungan.
Salah satu kegiatan yang dipraktikan para peserta adalah menanam dan merawat tanaman sayuran selama 35 hari ke depan, dari biji (benih) yang diberikan panitia.

Yang menarik dari kegiatan tersebut adalah bukan soal hasil panen, namun lebih kepada refleksi diri bagi peserta itu sendiri selama merawat tanaman.
Baca juga: Stamina Pemain Turun, Bojan Hodak: Yang Terpenting Tidak Kelebihan Berat Badan
“Yang menjadi esensi dari kegiatan ini adalah bagaimana kita bisa melakukan itu atas dasar kecintaan dan penyadaran diri akan lingkungan,” jelas Sherly.
Sherly menambahkan, setiap orang bisa melakukan banyak hal, seperti menanam atau membuat sesuatu, untuk itulah semua diajak berbuat sesuatu untuk Bumi : Rumah Kita Bersama.
Hal senada juga disampaikan Pastur Agustinus Sudarno, OSC., M.Pd. Menurutnya, pesan penting dari kegiatan tersebut adalah soal penyadaran diri terhadap bumi.
“Jadi yang harus diperhatikan oleh kita adalah give and take. Apa yang sudah kita berikan (lakukan) untuk bumi, bukan sebaliknya,” ujarnya.
Baca juga: Dituntut Royalti Rp35 Miliar, Begini Respon Andre Taulany
Dengan penyadaran diri kata Pastur Agustinus, setiap yang dilakukan akan dilandasi dengan cinta dan kasih, termasuk saat merawat tanaman.
Namun saat ini banyak orang melakukan sesuatu karena berharap kebaikan dari hasil perbuatan itu.
Padahal menurutnya, dengan penyadaran diri maka setiap orang akan merawat bumi dengan sangat baik, dampak baiknya pun akan secara otomatis muncul.
“Kita cinta bumi dan merawatnya, maka alam akan secara otomatis memberikan yang terbaik untuk kita. Maka, lakukan dengan cinta untuk bumi sebagai rumah kita bersama,” imbunya.
Baca juga: Ketua PWI Jabar Tekankan Pentingnya Wartawan Jaga Marwah Profesi
Sherly menambahkan, kegiatan tersebut juga merupakan salah satu cara menanggapi Fokus Pastoral Keuskupan Bandung yang bertema “Sukacita Ekonomi Kreatif,”.
Panitia dari tim ONE akan melakukan monitoring selama 35 hari. Secara berkala, para peserta pun aktif memberikan laporan refleksi atas kegiatan menanam.
Menurut Panitia acara, Elia Hasudungan Butarbutar dan Francisca Anie Triastuti, refleksi akan disampaikan peserta berupa jawaban atas pertanyaan yang diberikan panitia.
“Selama 35 hari itu peserta akan menceritakan bagaimana cara mereka merawat tanaman itu, sampai pada kesimpulan mereka masing-masing,” kata Elia.
Baca juga: Seperti Ini Ketatnya Pengamanan di Gudang KPU Kabupaten Bandung
Kesimpulan yang dimaksud Elia adalah berupa bentuk kesadaran dan kepedulian para peserta terhadap lingkungan, sehingga dapat menularkan kepada para siswa masing-masing.
“Harapannya, semua pengalaman dapat diintegrasikan dalam tugas mereka sebagai guru dan menjadi teladan bagi para siswa,” imbuh Francisca.

Kegiatan juga dirangkaikan dengan praktik Ecoprint, suatu kegiatan seni membuat motif kain dengan menggunakan bahan alami dan pembuatannya dengan teknik Botanical Spring atau biasa disebut teknik steam (kukus).
Baca juga: Mengenal Energi Geothermal yang Ramah Lingkungan dan Manfaatnya Sebagai Energi Terbarukan
Kain yang dikreasikan oleh guru sebelumnya telah diolah melalui beberapa tahapan seperti scouring, mordanting dan fiksasi.
Selanjutnya guru mengolah kain dengan menyusun bahan alami (daun, bunga, akar, dan lainnya), lalu menggulungnya dan terakhir di kukus.
Proses pengukusan dilakukan sekira 1,5 jam dan karya ecoprint yang estetis dapat diharapkan berhasil baik.
Dalam hal ini, para peserta diberikan pengetahuan terkait potensi alam yang tak kalah hebat daripada penggunaan bahan kimia.***(Heryana)