Begini Pandangan Akademisi Soal Proses Dipilihnya Penjabat Bupati Bandung Barat

Bandung Raya916 Dilihat

Bandung Barat – Dewan Penasehat Paguyuban Pejuang Peduli Pembangunan Kabupaten Bandung Barat (P4 KBB) Djamu Kertabudi menyampaikan pandagannya terkait Penjabat Bupati Bandung Barat.

Menurutnya, memaknai PEraturan Menterti Dalam Negeri (Permendgri) Nomor 4 Tahun 2023 tentang PEnjabat KEpala Daerah harus dipandang secra implisit.

Pernyataan itu Djamu tujukan kepada para pemegang jabatan Pratama yang setara dengan eselon IIB di lingkungan Pemda KBB.

“Namun inilah KBB selalu gaduh. Terakhir ini muncul berita di media tentang nama yang ditunjuk pemerintah pusat sebagai Penjabat Bupati Bandung Barat diluar nama yang diusulkan DPRD KBB dan Gubernur Jabar,” ungkap Djamu.

Hal tersebut kata Djamu menimbulkan konflik, pro dan kontra terjadi dikalangan masyarakat KBB.
Bahkan menurut akademisi Uninur itu , banyak diangtara anggota Dewan yang tidak setuju.

“Memaknai Permendagri ini tidak bisa “hitam putih”. Karena pelibatan lembaga dewan menjadikan mekanisme penentuan Penjabat Bupati tidak murni domain administratif, tetapi dapat dikatakan wilayah administratif beraroma politik,” tandasnya.

Ia mencontohkan ketika nama calon Penjabat Bupati KBB yang diusulkan Gubernur telah sama dengan yang diusulkan DPRD KBB.

Gubernur menurutnya, memiliki kewenangan mengusulkan tiga nama berbeda. Namun hal itu tidak dilakukan dei menjaga aspek resistensi.

Kemudian dalam mengusukan tiga nama tersebt, dewan membuka ruang bagi masyarakat untuk turut berpartisipasi menyampaikan aspirasi dan usulan.

Hal itu kata Djamu berdasarkan UU No.23 Tahun 2014 yaitu Dewan menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Sehingga menjadi sebuah konsekwensi yang tidak bisa dihindari ketika ada unsur masyarakat mengajukan nama calon yang berbeda.

“Akhirnya menjadi tidak mudah dan tidak adil bagi pemerintah pusat apabila hanya bersandar pada ketentuan bahwa penentuan Penjabat Bupati merupakan wewenangnya,” kata Djamu.

Baginya, itu merupakan pembelajaran penting terkait pengambilan sebuah keputusan yang kemudian disebut sebagai sebuah kebijakan.

“Formulasi kebijakan yang dituangkan dalam bentuk regulasi sebagai salah satu fungsi pemerintahan tidak boleh berdasarkan pemikiran dangkal yang hanya sekedar ada untuk melibatkan semua unsur,” pungkasnya.***(AJ)

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *