Harga Beras Masih Diatas HET, Menteri Pertanian Beri Penjelasan Begini

Nasional50 Dilihat

Jakarta – Harga beras di pasaran akhir-akhir ini mengalami kenaikan. Bahkan beberapa jenis diantaranya dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Atas Kondisi tersebut, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman memberikan penjelasan.

Sebelumnya Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan jika saat ini stok beras di Tanah Air dalam kondisi surplus. Jika demikian, mengapa harga beras di pasaran masih cukup tinggi, bahkan di atas HET?

Kepada awak media saat konferensi pers Nota Keuangan dan RAPBN 2026, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menjelaskan secara terperinci, termasuk menanggapi sejumlah anggapan yang diduga menjadi penyebab tingginya harga beras.

Baca juga: Bupati Dadang Supriatna Sebut Rencana Perbaikan Ratusan Kilometer Jalan sebagai Kado HUT RI

Dimulai dari beredarnya isu yang menyebutkan bahwa banyak penggilingan padi berskala kecil di Indonesia yang menutup operasional mereka. Hal ini menurut Amran tidak seutuhnya tepat.

Tutupnya operasional penggilingan padi menurut Menteri Amran bukan baru-baru ini terjadi. Hal tersebut menurutnya dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara kapsitas penggilingan dengan produksi padi.

“Ada tiga klaster penggilingan. Ada penggilingan kecil jumlahnya 161.000 unit, menengah 7.300 unit, dan besar 1.065 unit. Clear ya,” katanya, Jumat (15/8/2025).

Baca juga: Aksi Rasisme di Anfield Sebabkan Laga Liverpool vs Bournemouth Sempat Dihentikan

Menurutnya, ketidakseimbangan terlihat dari produksi padi nasional yang hanya 65 juta ton, sementara kapasitas penggilingan padi dengan skala kecil saja sudah mencapai 116 juta ton.

Dengan jumlah kapasitas penggilingan padi yang melampaui produksi nasional, menurut Amran menjadi penyebab tutupnya sebagian penggilingan padi yang ada.

“Kalau kapasitas 116 juta ton, kemudian produksi padi Indonesia hanya 65 juta ton, idle nggak?” kata Menteri Amran.

Baca juga: Paskibraka Kota Cimahi Dikukuhkan, Siap Kibarkan Merah Putih di Langit Cimahi

Faktor penyebab lain, Lanjut Mentan, adalah musim produksi atau panen yang tejadi di Indonesia.Ia mencontohkan hasil produksi semester pertama dengan semester kedua yang selalu berbeda.

Dari total produksi padi setiap tahun, pada semester pertama selalu yang terbanyak dibanding dengan semester kedua. Periode Januari-Juni selalu menghasilkan 70 persen produksi tahunan.

Dengan demikian, gabah lebih banyak digiling pada semester pertama. Sedangkan pada semester kedua, jumlah produksi berkurang, atau hanya sekira 30 persen.

Baca juga: Wamenpora Taufik Hidayat Dengarkan Langsung Pidato Kenegaraan Pertama Presiden Prabowo Subianto

Kemampuan daya beli setiap penggilingan juga disebut Amran berbeda. Penggilingan besar yang mampu membeli gabah dengan harga tinggi secara otomatis menggeser posisi penggilingan kecil.

“Yang besar harusnya tidak masuk mengganggu yang kecil. Karena yang kecil, kalau dia beli Rp6.500, yang besar beli Rp6.700. Artinya, yang kecil terganggu,” tegasnya.

Namun ia optimis dengan melihat situasi di pasaran, dimana penjualan beras premium di pasar modern kini mengalami penurunan. Dampaknya, terjadi peningkatan permintaan beras di pasar tradisional.

Baca juga: Pimpin Sidang Bersama DPR-DPD, Puan Maharani Bicara Soal Demokrasi Indonesia

Kondisi tersebut memberikan peluang bagi penggilingan berskala kecil mendapatkan kembali pasokan gabah lebih banyak. Meski dirinya menilai bahwa penggilingan kecil tetap kalah bersaing.

Masalah adanya praktik kecurangan juga menjadi sorotan Mentan Amran. Praktik tersebut jelas membuat harga beras di pasaran naik, atau memang pihak tertetu yang dengan sengaja menaikkan harga dengan tidak wajar.

“Kemudian kami pantau tadi, itu sudah terjadi penurunan (harga beras) di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat,” imbuhnya.

Baca juga: PT Angkasa Pura Ungkap Lampu Hijau Reaktivasi Bandara Husein Sastranegara

Soal isu yang menyebut kenaikan harga beras karena diborong oleh Bulog, Menteri Amran membantahnya dengan menyebutkan bahwa perusahaan pelat merah itu hanya menyerap 8 persen dari seluruh beras yang beredar.

“Ada pengamat tuh mengatakan harga tinggi karena Bulog serap banyak, benar nggak? Sekarang yang diserap Bulog hanya 8 persen, swasta serap 92 persen,” pungkasnya.***(Heryana)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *