Kebijakan Bupati KBB hapus BPHTB Sebagai Potensi Unggulan PAD, Sudah Tepatkah?

Bandung Raya684 Dilihat

Warta Pajajaran – Akademisi Djamu Kertabudi kembali menyampaikan pandangannya terkait isu kebijakan daerah yang penting untuk dijadikan pengetahuan bagi masyarakat. Kali ini Djamu menyoroti soal penghapusan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Kabupaten Bandung Barat (KBB).

Di awal ia mengemukakan pandangannya terkait pemerintahan KBB di bawah kepemimpinan Bupati Hengki Kurniawan. Diakuinya, Hengki merupakan seorang pemimpin yang memiliki banyak ide dalam membangun daerah. Namun idenya tersebut kata Djamu seringkali sulit diimplementasikan.

“Bupati Bandung Barat Hengki Kurniawan ini kaya akan ide, namun saat akan dituangkan dalam bentuk kebijakan daerah selalu dihadapkan pada persoalan yang sulit untuk ditindaklanjuti”, jelas Djamu.

Ia pun memberikan salah satu contoh ketika Hengki menyatakan akan menggratiskan BPHTB dengan tujuan mendorong masyarakat untuk memiliki legalitas atas kepemilikan tanah dan bangunan

Di sisi lain, BPHTB justru merupakan salah satu potensi unggulan pendapatan asli daerah (PAD) melalui pajak .

“Memang di beberapa Daerah seperti DKI dan kota besar lainnya ada kebijakan menggratiskan jenis pajak Daerah bagi kelompok masyarakat tertentu. Disamping menghapus tunggakan utang PBB, juga menggratiskan pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk selanjutnya bagi kalangan masyarakat tertentu,” Lanjut Dosen Universitas Nurtanio itu.

Hal tersebut kata Djamu sangat dimungkinkan mengingat DKI termasuk kota besar lainnya memiliki kapasitas fiskal kategori tinggi. Dengan kata lain daerah tersebut memiliki perbandingan ideal antara kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal yang dimilikinya.

Berbeda dengan KBB, Djamu memandang kapasitas fiskal KBB relatif masuk dalam kategori sedang, dengan kebutuhan yang cukup tinggi. Sehingga setiap tahun KBB selalu diterpa defisit anggaran.

Peribahasanya besar pasak daripada tiang,” kata Djamu.

Dengan potensi investasi yang masih jauh dari harapan, Djamu menganggap kebijakan penghapusan BPHTB sebagai salah satu potensi unggulan PAD merupakan sebuah ide yang unik

“BPHTB ini terjadi saat transaksi kepemilikan hak atas tanah, dimana dibebankan kepada si pembeli atau penerima hibah/waris, dengan tarif dan dasar pengenaan obyek pajak yang berbeda. Adapun si penjual dikenakan PPh (Pajak Penghasilan) yang merupakan pajak pusat. Dengan demikian, bagi masyarakat yang akan mengurus atau bertransaksi melalui Akta Jual Beli PPAT tidak otomatis dikenakan BPHTB,” jelasnya.

Sebagai informasi, Djamu menjelaskan perhitungan BPHTB berdasarkan nilai obyek tidak kena pajak. Bagi masyarakat yang memiliki tanah dan bangunan atas dasar warisan atau hibah yang nilainya dibawah 300 juta, dengan sendirinya tidak dikenakan BPHTB.

“Oleh karenanya, saran saya, bukan kritik apalagi hoax, bahwa sebagus apapun sebuah ide dari seorang pemimpin sebelum di ekspose atau disosialisasikan melalui media, seyogyanya dikaji dulu di intern Pemda dengan melibatkan pihak ahli dan kompeten dibidangnya. Sehingga kepada masyarakat tidak disuguhkan informasi yang selalu mengundang tanda tanya,” pungkasnya.***(aje)

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *