Ketua FKSS Jabar: Apakah Pemenuhan RPJMD Sektor Pendidikan Tidak Prioritas?

Jawa Barat562 Dilihat

Kota Bandung – Setelah melalui beberapa tahap perjuangan tanpa hasil, ratusan kepala sekolah SMA dan SMK swasta akhirnya berkumpul di depan Kantor Gubernur Jabar, Gedung Sate, Bandung Senin (7/11/2022).

Mereka tetap mempertanyakan dikuranginya dana Bandtuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) yang semula Rp700 ribu per siswa per tahun, menjadi Rp600 ribu untuk tahun 2023.

Ditemui seusai aksi, Ketua Umum Forum Kepala Sekolah Swasta (FKSS) Jabar, Ade D Hendriana, aksi hari ini merupakan rangkaian dari perjuangan para kepala sekolah swasta untuk mempertahankan nilai BPMU sebesar Rp700 ribu.

“Tadi kami sempat diundang ke dalam (Gedung Sate), tapi yang menemui kita ternyata kabid SMA, kami rasa tidak akan ada solusi buat kita. Makanya kita tarik semuanya keluar lagi,” ujar Ade.

Menurut Ade, pihaknya hanya meminta pemprov untuk tetap mempertahankan BPMU dengan nilai Rp 700 ribu. Namun harapan dan permintaan tersebut tak kunjung mendapat respon dari pemprov Jabar.

“Kita tidak berharap banyak, minimal tetap di Rp700 ribu. Itu sebenarnya perjuangan berdarah-darah sejak 2018 yang saat itu hanya 23 ribu, kemudian 550, 600 ribu sampai akhirnya 700 ribu. Sekarang malah diturunkan lagi, ada apa?,” ungkapnya.

Ketika ditanya mengenai ketidakmunculan pemprov Jabar, Ade menegaskan akan segera mengirimkan kembali surat kepada Pemprov yang ditujukan kepada gubernur Jabar, Ridwan Kamil melalui Sekretaris Daerah (Sekda).

“Kita akan terus berjuang, besok akan kita kirim lagi surat untuk meminta tanggapan hasil kegiatan hari ini. Kalau dalam satu minggu masih tidak ada tanggapan, maka kita akan lakukan aksi yang lebih besar,” tegas Ade.

Menurutnya, berbagai langkah akan ditempuh pihaknya, baik langkah-langkah politik maupun langkah hukum. Bahkan Ade berjanji akan mengejar jawaban dan respon dari Banggar DPRD Jawa Barat.

Terkait alasan Pemprov mengurangi dana BPMU, Ade mengaku sempat mendapat keterangan dari Bappeda dan BPKAD Provinsi Jabar bahwa alokasi APBD difokuskan untuk pemenuhan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sampai 2023, yang merupakan janji-janji gubernur.

“Setahu saya dan saya soroti, ada alihan anggaran untuk BUMD 261 miliyar, sedangkan kita (BPMU) kekurangannya 140 miliar, kalau misalkan dari BUMD bisa dikurangi 140 miliar saya rasa selesai persoalannya. Lalu, apakah pemenuhan RPJMD sektor pendidikan tidak prioritas?,” tambahnya.

Ditanya terkait besaran dana bantuan Pemprov untuk sekolah negeri, Ade menjelaskan jika antara negeri dan swasta besarannya berbeda, meskipun sekolah negeri juga kata Ade, mengalami pengurangan dari sebelumnya Rp1,5 menjadi Rp1,1 juta.

Ade mengungapkan, perjuangan yang dilakukan para kepala SMA dan SMK swasta belum menemukan respon dari pemprov, termasuk ketika melaksanakan audiensi bersama komisi V sebelumnya.

“Hasil audiensi saat itu mentok, makanya hari ini kita melakukan aksi. Sebetulnya waktu Rabu tanggal 2 Nopember kita sudah berkirim surat, tapi acuh dan tidak ada respon. Padahal saat itu kita menunggu mediasi dari pemprov, nyatanya acuh terhadap sekolah swasta,” jelasnya.

Pada Senin pekan sebelumnya menurut Ade, BPMU terbaru memang sudah ketok palu oleh Dewan, maka saat itu ia bersama seluruh sekolah SMA dan SMK swasta se-Jawa Barat mengirimkan karangan bunga sebagai tanda prihatin terhadap sekolah swasta.

Aksi yang sedianya akan digelar sampai pukul 15.00 terpaksa dihentikan karena hujan mengguyur kota Bandung sekira pukul 11.15 WIB.

“Aksi seharusnya sampai jam 3 tapi karena hujan maka kita hentikan, khawatir teman-teman pada sakit, nanti saya yg harus tanggung jawab. Tapi terima kasih saya ucapkan, kepada teman-teman yang sudah bersedia hadir hari ini dengan tertib, dan memang kita dilarang menjatuhkan pemerintah,” Pungkasnya.

Aksi yang berlangsung sejak pagi, diisi dengan orasi dari beberapa kepala sekolah perwakilan kabupaten/kota di Jawa Barat. Pada umumnya mereka menyampaikan pandangan yang sama, yakni menyayangkan sikap Pemprov Jabar atas kebijakan pengurangan dana BPMU. Mereka juga memandang kebijakan tersebut merupakan sebuah tindakan diskriminatif terhadap sekolah swasta.***(hry).

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *