Bandung Barat – Kabupaten Bandung Barat dihadapkan pada persoalan angka pengangguran yang masih cukup tinggi. Meski angka dalam data menunjukkan masih di bawah provinsi, namun tetap menjadi masalah yang menantikan solusi.
Kepala Bidang P3TKT pada Disnaker Kabupaten Bandung Barat Dewi Andani menuturkan, dari rekap data Provinsi Jawa Barat, angka pengangguran di KBB mencapai 6,7 persen.
Namun Dewi mengatakan, angka pengangguran tersebut kemungkinan berbeda dengan kondisi riil di lapangan. Mengingat pihaknya juga memiliki catatan jumlah lulusan SMA sederajat tahun ini sebanyak 38 ribu orang.
Baca juga: MPR Tegas Larang Pengibaran Bendera One Piece : Itu Tindakan Provokatif
“Takutnya kenyataannya lebih besar dari data yang terpampang. Ditambah kita sudah rekap lulusan SMA, MA, dan SMK ada di 38.000, yang kita belum tahu mereka kini ada dimana karena lulusnya baru empat bulan,” ungkap Dewi, jumat (1/8/2025).
Berbagai tantangan pun diungkapkan Dewi sebagai faktor yang memengaruhi meningkatnya angka pengangguran, yakni ketidaksinkronan antara dunia pendidikan di sekolah dengan kebutuhan dunia usaha atau industri.
Hal tersebut ia contohkan terjadi pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang notabene melahirkan tenaga siap kerja dengan kompetensi yang dimiliki sebagai keunggulan lulusan.
Baca juga: Cibabat Fest, Wahana Baru Menikmati Aneka Kuliner Lezat UMKM Kota Cimahi
Sayangnya, kondisi di lapangan tidak demikian. Tanpa bermaksud menyalahkan salah satu pihak atau dunia pendidikan, Dewi mengungkap jika hal itu terjadi lantaran berbagai faktor.
“Kok lulusan SMK ada kecenderungan penyumbang pengangguran terbanyak. Ini jadi hal menarik, karena SNMK itu kejuruan yang lulusannya mempunyai kompetensi, karena pembelajarannya 60 persen praktek dan 40 persen teori,” kata Dewi.
Data tersebut pihaknya dapatkan dari sebuah kegiatan kolaborasi antara Disnaker KBB, perwakilan industri, para guru SMK, ahli vokasi, hingga pihaknya mengundang ahli dari Kementerian Ketenagakerjaan
Baca juga: Temui Tom Lembong di Lapas Cipinang, Anies Baswedan: Kabar Baik Bagi Keluarga
Dari forum tersebut, lanjut Dewi, diperolah gambaran dan kesimpulan kecil bahwa kurikulum SMK belum beradaptasi dengan kemajuan teknologi yang diterapkan dunia usaha atau industri.
Tak hanya itu, perbedaan yang sangat jauh soal sarana prasarana di sekolah dengan di industri juga menjadikan kompetensi lulusan SMK masih sulit memenuhi harapan dan kebutuhan perusahaan.
“Alat-alat di SMK masih konvensional, sedangkan di industri sudah jauh lebih modern. Di sisi lain perusahan sulit menerima lulusan SMK yang kurang kompetensinya atau tidak memenuhi standar,” imbuhnya.
Baca juga: Lebih dari Delapan Hektar Lahan Dimanfaatkan Polresta Bandung Lewat Program Penanaman Jagung
Dalam pejelasannya kepada awak media, Dewi juga menyertakan contoh nyata dari adanya kesenjangan teknologi antara di sekolah dengan di dunia usaha yang sebenarnya.
Ia mencontohkan, salah satu perusahaan asing di wilayah Cipongkor membutuhkan tenaga welder (tukang las). Sayangnya peluang tersebut tak bisa dinikmati lulusan SMK KBB karena alat yang digunakan jauh lebih canggih dari yang dipelajari disekolah mereka.
“Nah, SMK di kita belum ada yang punya mesin las yang canggih. Mungkin kalau teorinya sudah beradaptasi dengan teknologi canggih, namun ketika praktek mereka ketinggalan,” ujarnya.
Baca juga: Kuasa Hukum Hasto Kristiyanto Sambut Positif Pemberian Amnesti oleh Prabowo
Dewi menyadari jika Disnaker tiak memiliki kewenangan mengubah kurikulum, namun pihaknya tetap berupaya membuat sebuah solusi. Salah satunya dengan mengundang para Kepala SMK dan industri untuk bersepakat bekerja sama.
Dalamkesepakatan yang ditandatangani kedua belah pihak dan disaksikan Kepala Disnaker KBB, industri bersedia memberikan peluang kepada siswa SMK mengenal lebih jauh teknologi yang diterapkan.
“Tujuannya agar di saat SMK tidak memiliki sarana prasarana di sekolahnya, itung-itung di industri belajar mengenal alat-alat canggih,” imbuhnya.
Baca juga: DPR Setuju Presiden Berikan Abolisi Bagi Eks Mendag Tom Lembong
Beberapa SMK di KBB menurutnya telah melakukan kerja sama tersebut. Diantaranya SMK di Lembang yang bekerja sama dengan industri wisata seperti hotel dalam mentransfer ilmu di bidang hospitality.
Dengan demikian, Dewi berharap lulusan SMK di Lembang dapat terserap dengan baik oleh seluruh industri pariwisata di kecamatan yang terkenal memiliki banyak destinasi wisata favorit di KBB itu.
“Tapi kalau berkaitan dengan Industri, karena belum ada alat-alatnya yang sudah bisa beradaptasi dengan industri. Maka kami bekerja sama dengan provinsi untuk anak-anak melakukan upscaling, contohnya dengan BLK (Balai Latihan Kerja),” kata Dewi.
Baca juga: Usai Munculkan Kegaduhan, PPATK Buka Kembali Pemblokiran Rekening Nganggur
Persoalan lain yang juga memengaruhi peningkatan angka pengangguran, menurutnya adalah karena jumlah lowongan kerja yang lebih sedikit dibanding jumlah pencari kerja.
“Kami harap industri memberikan peluang dan kesempatan bagi anak-anak lulusan dan prioritas warga Bandung Barat,” pungkasnya.***(Heryana)