Pandangan Akademisi Djamu Kertabudi Soal Mutasi Pejabat di Bandung Barat

Bandung Raya759 Dilihat

Bandung Barat – Para Ahli sering mengingatkan bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus berpedoman pada norma agama, norma hukum dan norma etika.

Dengan demikian menurut akademis dan pengamat politik Djamu Kertabudi, baik dalam aspek kebijakan dan terutama dalam tataran implementasi ketiga norma tersebut harus berjalan beriringan dan berkelanjutan.

“Hal ini menjadi landasan pijakan khususnya bagi penyelenggara pemerintahan di semua tingkatan,” ujar Djamu.

Ditambahkannya, ada tiga prinsip dasar yang muncul dalam konteks reformasi birokrasi, yakni kompetensi, profesionalisme, dan integritas.

“Ketiga prinsip dasar ini memiliki makna koherensi dari ketiga norma tersebut,” jelasnya.

Maka menurutnya, jika setiap kebijakan pemerintah yang dikeluarkan dengan berdasar pada pemahaman aspek filosofi, sosiologi, dan politik, maka potensi ekses dan masalah yang timbul akan kecil.

“Terlebih berdasarkan hukum dasar sebagaimana tercantum dalam TAP MPR RI No.VI/MPR/2021 Tentang Etika Kehidupan berbangsa, bahwa terdapat unsur-unsur etika pemerintahan yang harus dijalan pejabat penyelenggara pemerintahan,” sambungnya.

Tujuannya, kata Djamu adalah untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efektif dan efisien.

Dosen Uninur itu juga menyinggung soal UU nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Dalam UU tersebut dijelaskan ketentuan dan tatacara penyelenggara pemerintahan dalam melaksanakan wewenangnya.

Mereka wajib melaksanakan wewenangnya berdasrkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan asas umum pemetintahanyan baik (AUPB).

Dri pemaparannya tersebut, Djamu mengupas pernyataan Bupati Bandung Barat Hengky Kurniawan di media bahwa berbicara etika pemerintahan sifatnya subyektif.

Pernyataan tersebut menurut Djamu sangat tidak tepat, terlebih Bupati Hengky menganggap pihak pengkritik tak memiliki referensi yang cukup.

“Hal ini menunjukan siapa sebenarnya yang dianggap seperti itu,” ucak Djamu.

Saat ini Pansus yang dibentuk DPRD KBB untuk menangani dugaan adanya masalah dalam mutasi pejabat yang dilakukan Bupati KBB sedang berjalan

Menurut Djamu, dalam hal itu ada hal yang memperihatinkan ketika dala mutasi tersebut diwarnai isu liar yang bersifat menohok beberapa anggota dewan.

Selain itu juga berdampak pada terjadinya konflik internal salah satu partai besar.

“Hal ini terkesan penerapan teori konspirasi yang mendorong unsur publik ikut melibatkan diri. Akhirnya pro kontra keberadaan pansus menjadi tak terhindarkan,” tambahnya.

Sebelumnya kata Djamu Ketua DPRD KBB menyatakan alasan dibentuknya pansus agar membuat permasalahan mutasi pejabat yang dilakukan Bupati menjadi terang benderang.

Jika memang demikian, publik tentunya tinggal menunggu hasil kinerja pansus untuk mengetahui hal ihwal yang sebenarnya terjadi, meski beragam opini liar sudah terlanjur muncul.

“Bahkan dewan sebenarnya bisa melakukan lebih dari itu, sebagaimana diatur pada pasal 85 UU No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,” kata Djamu.

Dalam pasal tersebut dijelaskan DPRD dapat membentuk pansus dalam hak interpelasi dan hakk angketuntuk melakukan penyelidikan.

Jika hasilnya menunjukkan bukti valid adanya dugaan tindakan melawan hukum, maka penyelesaianya akan dilakukan oleh aparat penegak hukum (kepolisian).***(AJ)

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *